Analisis PANS Oktober: Peluang Cuan di Saham Gold, CPO dan Energi Baru

Fahrin - Jumat, 03 Oktober 2025 10:57 WIB
Analisis PANS Oktober: Peluang Cuan di Saham Gold, CPO dan Energi Baru
dok.analisamedan.com
Darmin, SE., MBA

analisamedan.com -Portofolio saham pilihan bulan September 2025 Panin Sekuritas (PANS) kembali mampu mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar +10,3% dari bulan sebelumnya (MoM) sedangkan IHSG hanya naik +2,9% . Secara geometric sejak awal tahun, performa saham pilihan PANS juga mampu mengalahkan IHSG. PANS Cuan sebesar +46,9% sedangkan IHSG: +14,6%. Untuk periode Oktober 2025, kami merekomendasikan saham: TPIA, BRMS, NCKL, EMAS, JPFA, SSMS, TOBA.


Dijelaskan Business Development PANS Cabang Medan, Darmin, S.E., MBA, Kamis 2 Oktober 2025 setelah senat Amerika Serikat gagal menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran (RUU) belanja tahunan (US shutdown) telah menimbulkan ketidakpastian. Pelaku pasar fokus pada potensi kekhawatiran penutupan pemerintah yang berpotensi menghambat rilis data penting menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) akhir Oktober ini, termasuk laporan payroll Jumat 3 Oktober 2025. Sementara data JOLTS Agustus menunjukkan lowongan kerja naik tipis ke 7,23 juta sejalan ekspektasi yang diharapkan. Hal ini mengakibatkan indeks dolar Amerika Serikat (USD) turun ke 97,8.


Di sisi lain ungkap Darmin, emas terkoreksi ke USD 3.845 per Try ounce, setelah sempat mencetak rekor di atas USD 3.860 akibat aksi ambil untung dan spekulasi pelepasan posisi oleh investor China jelang Golden Week. Meski terjadi aksi ambil untung masih tetap menguat lebih dari 10% sepanjang September dan 16% di Kuartal ke-3 Tahun 2025, didukung ketegangan geopolitik, kekhawatiran resesi Amerika Serikat, pemangkasan suku bunga The Fed, serta lonjakan permintaan aset safe haven, sehingga emas sudah naik sekitar 47% sepanjang tahun yang merupakan kenaikan tahunan terbesar sejak 1979.


Sedangkan prospek ekonomi 2026 ungkapnya lebih baik meski rupiah melemah. Hal tersebut merujuk dari laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9% untuk 2025 dan 2026, masing-masing naik 0,2 dan 0,1 poin persentase dari proyeksi Juni, dengan alasan pelonggaran kebijakan moneter dan meningkatnya investasi publik.


Walau revisi yang dilakukan OECD masih di bawah target pemerintah yang memperkirakan pertumbuhan 5,2% pada 2025 dan 5,4% pada 2026; data terbaru menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,1% pada Kuartal ke-2 Tahun 2025. Pertumbuhan ini terus bertumbuh sejak Kuartal ke-2 Tahun 2023 berkat kuatnya investasi tetap dan konsumsi rumah tangga dan Bank Indonesia sejak September 2024 telah memangkas suku bunga acuan sebesar total 150 bps(1.5%) hingga ke level terendah sejak Oktober 2022.


"Rupiah melemah ke level USD 16.700 namun sempat menguat berkat intervensi Bank Indonesia di pasar NDF onshore dan offshore," jelasnya.


Pasar masih mengantisipasi pemotongan suku bunga lanjutan ungkap Darmin, memperburuk kekhawatiran atas independensi bank sentral pasca peran "burden sharing" dalam pembiayaan fiskal, sementara Presiden Prabowo masih menargetkan pertumbuhan ambisius 8%.


IHSG menguat pada September 2025 sebesar +2,9% dan sempat mencatatkan rekor all time high pada 24 September 2025 di 8.126. Hal ini didorong oleh tensi dagang yang turun, pemangkasan suku bunga di Amerika Serikat dan domestik, serta kebijakan stimulus yang agresif dari Menteri Keuangan yang baru Pak Purbaya.


Sektor yang positif bulan lalu September adalah IDXINDUS sebesar +25,8% MoM karena kenaikan saham IMPC. Selain itu, sektor IDXBASIC juga naik signifikan sebesar +19,3% MoM didorong oleh saham sektor emas dan nikel, dimana untuk emas didorong oleh tren positif pembelian bank sentral beberapa negara dan gold supply yang masih terbatas di pasar keuangan.


Sementara nikel lanjut Darmin didorong oleh sentimen domestik terkait dengan ekspansi di hilirasi melalui pembangunan smelter. Sedangkan IDXINFR terkoreksi sebesar -0,9% MoM seiring penurunan di saham ISAT (kompetisi sektor telekomunikasi) serta SSIA (valuasi yang relatif premium dengan ekspektasi penjualan lahan industri yang turun di 2026F).


"Untuk Oktober kami merekomendasikan sektor CPO, Emas, Energi baru," sebutnya.


Alasan merekomendasi CPO kata Darmin karena harga CPO yang masih tinggi, sentimen positif kesepakatan dagang IEU-CEPA serta rilis ekspor CPO dan turunan yang meningkat signifikan ke USD 11,43 miliar atau +25% dari tahun sebelumnya (YoY) pada Agustus 2025. Sedangkan emas karena tren positif pembelian emas oleh bank sentral di beberapa negara serta masih terbatasnya supply, serta energi baru karena sentimen positif Danantara setelah suksesnya patriot bond dengan 46 konglomerat RI yang membeli dengan total dana Rp51,8 triliun per September 2025.


Sektor yang masih akan tertekan adalah non-cyclical consumer disebabkan daya beli yang masih lemah serta masih meningkatnya harga soft commodities. Batubara disebabkan lemahnya tren impor batubara dari China dan India, ditengah meningkatnya produksi dan inventori di negara tersebut.


Bila melihat dari laporan keuangan, pasar kecenderungan menguat. Hal ini didorong oleh translasi kebijakan moneter dan fiskal untuk mendorong perekonomian, ekspektasi laba bersih yang membaik khususnya di 2026F, serta Investasi Danantara yang akan mendorong likuiditas pasar.

Editor
: Fahrin
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru